Wildan MR

Ciri-ciri Pribadi Muslim



Muslim secara sederhana adalah orang yang beragama islam. Sebagai orang yang menganut ajaran islam tentunya mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tersendiri terhadap pribadinya. Islam sendiri mengajarkan kepada umat manusia di seluruh dunia untuk menjadi pribadi yang baik bahkan mendekati sempurna berdasarkan Alquran dan Alhadits.

Walaupun banyak sudut pandang mengenai apa saja pribadi muslim sejati. Banyak paradigma masyarakat yang berasumsi bahwa pribadi muslim ialah hanya orang yang rajin saja dalam mengerjakan amal ibadah terutama menjalankan shalat.

Disini saya mempunyai beberapa saripati pengetahuan mengenai pribadi muslim sejati. Walaupun ciri-ciri ini saya dapatkan dari internet. Setidaknya pengunjung blog Wildan MR yang membaca artikel ini dapat diberikan efek positif guna mencapai kebahagiaan dan akhirat. Adapun ciri-ciri pribadi muslim yakni:

1.      Salimul aqidah (aqidah yang bersih) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (Al-An’am [6] ayat 162). Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.

2.      Shahihul ibadah (ibadah yang benar) merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW, yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan. Tanpa berdasarkan tuntunan Rasulullah, maka ibadahnya seorang muslim tertolak.

3.      Matinul khuluq (akhlak yang kokoh) merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu pentingnya memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akan akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (Al-Qalam [68] ayat 4).

4.      Qowiyyul jismi (jasmani yang kuat) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun, jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Seorang muslim perlu menjaga kebugaran jasmaninya dengan berolah raga (riyadhah), mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal lagi baik (halalal thayiban), serta istirahat yang cukup. Kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting sehingga Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim)

5.      Mutsaqqoful fikri (berwawasan luas/intelktual) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting, oleh karenanya salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘ pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir” (Al-Baqarah [2] ayat 219). Di dalam Islam, tidak ada satu pun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Oleh sebab itu, seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yang luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW: “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaihi).  Bisa dibayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu, Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar [39] ayat 9)

6.      Mujahadatul linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)

7.      Harishun ala waqtihi (pandai menggunakan waktu) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wal laili dan seterusnya. Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Oleh karena itu, tepat sekali sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh sebab itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka di antara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, dan kaya sebelum miskin.

8.      Munazhzhaman fi syuunihi (teratur dalam suatu urusan) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu, dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerja sama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apa pun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas.

9.      Qodirun alal kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri) merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Kemampuan ini amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tidak sedikit orang yang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu, perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10.  Nafi’un lighoirihi (bermanfaat bagi sesama) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga di mana pun dia berada, orang di sekitarnya merasakan keberadaannya. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan. Hal ini berarti bahwa setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya, dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).

Begitulah ulasan mengenai Ciri-ciri Pribadi Muslim sejati. Semoga bermanfaat.

2 Komentar tentang "Ciri-ciri Pribadi Muslim"